Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia.
Nama ini terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Sanskerta: pañca
berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima sendi utama ini tercantum
pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang
berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan
Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Makna Kesaktian Pancasila
Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi
peraturan perundang-undangan. Melainkan juga Pancasila dapat dikatakan sebagai
sumber moralitas terutama dalam hubungan dengan legitimasi kekuasaan, hukum,
serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Pancasila mengandung berbagai makna dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Makna yang pertama Moralitas, sila
pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung pengertian bahwa negara Indonesia
bukanlah negara teokrasi yang hanya berdasarkan kekuasaan negara dan
penyelenggaraan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak
bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan
legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh karenanya asas sila pertama
Pancasila lebih berkaitan dengan legitimasi moralitas.
Para pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para
pejabat negara, serta para penegak hukum, haruslah menyadari bahwa selain
legitimasi hukum dan legitimasi demokratis yang kita junjung, juga harus
diikutsertakan dengan legitimasi moral. Misalnya, suatu kebijakan sesuai hukum,
tapi belum tentu sesuai dengan moral.
Salah satu contoh yang teranyar yakni gaji para pejabat penyelenggara
negara itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi rakyat yang sangat
menderita belum tentu layak secara moral (legitimasi moral).
Hal inilah yang membedakan negara yang berketuhanan Yang Maha Esa
dengan negara teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada
legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.
Makna kedua Kemanusiaan, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengandung makna bahwa negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab,
selain terkait juga dengan nilai-nilai moralitas dalm kehidupan bernegara.
Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat
manusia di dunia hidup secara bersama-sama dalam suatu wilayah tertentu, dengan
suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama.
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap
moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia
dalam hubungan norma-norma baik terhadap diri sendiri, sesama manusia,
maupun terhadap lingkungannya.
Oleh Karena itu, manusia pada hakikatnya merupakan asas yang bersifat
fundamental dan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara
kemanusiaan harus mendapat jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan
jaminan atas hak-hak dasar (asas) manusia. Selain itu, asas kemanusiaan juga
harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara.
Makna ketiga, Keadilan.
Sebagai bangsa yang hidup bersama dalam suatu negara, sudah barang tentu
keadilan dalam hidup bersama sebagaimana yang terkandung dalam sila II dan V
adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Nilai kemanusiaan yang adil
mengandung suatu makna bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk yang
berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.
Dalam pengertian hal ini juga bahwa hakikatnya manusia harus adil dalam
hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap
lingkungannya, adil terhadap bangsa dan negara, serta adil terhadap
Tuhannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan
atas keadilan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan
kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Makna keempat, Persatuan. Dalam sila “Persatuan Indonesia” sebagaimana yang terkandung dalam sila
III, Pancasila mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan
sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen
yang membentuk negara berupa suku, ras, kelompok, golongan, dan agama.
Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang
tertuang dalam slogan negara yakni Bhinneka
Tunggal Ika.
Makna kelima, Demokrasi. Negara adalah dari rakyat dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat
adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan
terkandung makna demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam
kehidupan bernegara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam Pancasila
adalah adanya kebebasan dalam memeluk agama dan keyakinannya, adanya kebebasan
berkelompok, adanya kebebasan berpendapat dan menyuarakan opininya, serta
kebebasan yang secara moral dan etika harus sesuai dengan prinsip kehidupan
berbangsa dan bernegara.
“Seandainya nilai-nilai Pancasila tersebut
dapat diimplementasikan sebagaimana yang terkandung di dalamnya, baik oleh
rakyat biasa maupun para pejabat penyelenggara negara, niscayalah kemakmuran
dan kesejahteraan bangsa dan negara bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan
secara nyata.”
Terlebih lagi hingga kini kita selaku bangsa tentulah malu terhadap para
pendiri negara yang telah bersusah payah meletakkan pondasi negara berupa
Pancasila, sedangkan kita kini seakan lupa dengan tidak melaksanakan
nilai-nilai Pancasila yang sangat sakti tersebut.
“Perilaku KKN, kerusuhan antar sesama warga
negara, ketidakadilan dan ketimpangan sosial, berebut jabatan, perilaku
asusila, serta berbagai perilaku abmoral lainnya adalah segelintir perilaku
yang hanya dapat merusak nilai Pancasila itu sendiri. Kini, Marilah kita
kembali junjung tinggi nilai-nilai Pancasila agar kita tetap dipandang sebagai
bangsa dan negara yang beradab, beragama, beretika, dan bermoral.”
Sumber :